Hindari Covid-19 dan Musuh Berbahaya di dalam Rumah

Saya yakin kita semua sepakat untuk menyebut bahwa rumah adalah tempat yang paling aman dan nyaman. Apalagi di tengah pandemi saat ini, rumah menjadi tempat kita untuk melindungi diri dan keluarga dari paparan Coronavirus Disease 2019 atau yang biasa kita sebut dengan Covid-19. Selama tetap berada di rumah dan melaksanakan protokol kesehatan, kita aman dan bisa menghindari bahaya pandemi.

Pernyataan di atas memang ada benarnya. Namun, jangan sampai kita melupakan musuh lain yang juga sangat berbahaya. Alih-alih mengenalinya sebagai musuh, sebagian besar masyarakat di Indonesia malah memelihara dan menoleransi kehadiran musuh ini di dalam rumah. Jangan sampai niat kamu berdiam diri di rumah untuk berlindung malah berakhir sebaliknya, menjerusmuskan diri dan keluarga pada bahaya yang lebih besar.

Sumber gambar : pexel.com





Musuh apa sih maksudnya? Rumahku aman kok!

Jadi, musuh berbahaya yang saya maksud di sini adalah ROKOK! Kalau di rumah kamu tidak ada yang merokok, selamat! Bisa dibilang aktivitas stay at home kamu selama pandemi aman-aman saja. Sebaliknya, bagi yang di rumah kamu ada anggota keluarga yang merokok, apalagi di dalam rumah, sudah saatnya kamu pertimbangkan untuk mendiskusikan hal tersebut demi kesehatan dan keselamatan seluruh anggota keluarga. Terlebih-lebih di dalam rumah kita masih ada bayi atau anak-anak.

Tidak apa-apa, dia kalau merokok selalu menjaga jarak kok. Selalu ke dapur, misalnya. Sama saja, tetap berbahaya selama itu di dalam rumah. Kalian tentunya sudah pasti paham dengan istilah perokok aktif dan perokok pasif. Perokok aktif ialah si pelaku itu sendiri dan perokok pasif adalah orang-orang yang terpapar atau menghirup asap rokok dari perokok aktif. Oke, kamu bilang merokoknya jauh atau menyendiri, jadi tidak ada yang terkena asap rokok.

Jangan salah! Ada juga yang namanya ancaman Thirdhand Smoke. Ancaman zat-zat berbahaya atau residu racun dari sisa asap rokok yang menempel pada barang-barang di dalam rumah. Bisa di sofa, gorden, pakaian, dan lainnya. Residu ini menurut penelitian memang tidak terlihat secara kasat mata dan akan menempel dalam waktu yang lama. Berbahaya sekali kalau zat-zat beracun ini sampai dihirup atau disentuh anak-anak di rumah.

Namun, kali ini saya tidak akan membahas bahaya rokok secara mendalam. Pada dasarnya saya yakin, kalian juga sudah tahu segudang bahaya rokok. Diantaranya kanker, penyakit paru obstruktif kronik, jantung, stroke, kulit keriput, hipertensi, diabetes, gangguan kehamilan dan janin, dan lain sebagainya.

Ada fakta menarik tentang rokok yang penting untuk dibahas saat ini. Apalagi, fakta ini sangat relevan dengan kondisi kita dalam rangka untuk melindungi diri dan keluarga dari Covid-19. Informasi menarik ini saya peroleh ketika mendengarkan talkshow Ruang Publik KBR melalui streaming akun youtube berita KBR. Serial talkshow #Putusinaja edisi pertama mengangkat tema Rumah, Asap Rokok, dan Ancaman Covid-19.

Sumber : YouTube Berita KBR

Peningkatan Polusi Udara di Rumah dan Ancaman Covid-19

Sepintas kebijakan Stay at Home dan beraktivitas dari rumah memang menyenangkan. Saatnya menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga. Apalagi, kalau selama ini kamu adalah orang yang jarang punya waktu berada di rumah. Namun, bisa pula menjadi resiko baru. Pasalnya, pemusatan segala aktivitas dari rumah menimbulkan terjadinya peningkatan polusi udara di dalam rumah. Salah satunya oleh asap rokok.

Rumah tangga dengan anggota keluarga perokok dan di dalam rumah pula, saat stay at home menimbulkan peningkatan intensitas paparan asap rokok kepada anggota keluarga yang lain. Asap-asap rokok yang dihirup ini bisa melemahkan kondisi paru-paru kita yang berujung pada rentan dan beresiko tinggi terpapar Covid-19. Mengapa bisa demikian? 

sumber : facebook.com/KomnasPT


Hal ini dijelaskan salah satu narasumber dalam talkshow yakni dr. Frans Abednego Barus. Katanya, setiap asap rokok yang dihirup masuk ke dalam paru-paru akan merusak bangunan saluran nafas yang memiliki daya tahan mekanik dan kimia. Daya tahan mekanik yaitu rambut-rambut halus atau silia untuk mengusir kuman dan mengarahkan dahak dan benda asing lain dikeluarkan dari saluran nafas. Daya tahan kimia juga berkurang sekali disepanjang saluran nafas.
“Nah, perokok itu daya tahan mekanik dan kimianya lumpuh, berkurang pertahanannya. Hal ini lah yang memudahkan perokok rentan untuk terpapar Covid-19. Fakta-fakta klinis ini harusnya menjadi perhatian bagi para perokok untuk segera berhenti,” ujar dr. Frans.
Narasumber lain yakni Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi menyebut bahwa sebagian besar masyarakat sebenarnya sudah sadar dan mengetahui bahaya rokok. Namun, kesadaran ini belum dibarengi dengan dorongan dan peraturan yang tegas. “Kalau kebijakan kita masih tidak tegas pada aturan Kawasan Tanpa Rokok, pada akhirnya kesadaran itu luntur,” ucap Nina.


Urgensi Pengendalian Tembakau dan Perilaku Merokok di tengah Pandemi

Saya sepakat dengan kedua narasumber talkshow Ruang Publik KBR bahwa sudah saatnya pemerintah mempertegas kebijakan dan perketat pengendalian tembakau di Indonesia. Terlebih-lebih untuk melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Jangan sampai hanya demi keuntungan ekonomi semata, masa depan dan nyawa anak bangsa menjadi taruhannya. Akhirnya, kita malah dapat kerugian yang lebih besar di masa mendatang.

Data dari Kementerian Kesehatan RI Tahun 2018 menyebutkan bahwa 1/3 dari jumlah penduduk Indonesia merupakan perokok aktif dan 70 % masyarakat Indonesia adalah perokok pasif. Hal yang lebih menyedihkan adalah jumlah perokok anak-anak di Indonesia terus naik. Berdasarkan data dari Komnas PT, jumlah perokok anak usia 10-18 tahun naik dari 7,2% pada tahun 2013, menjadi 9,1% pada tahun 2018. Bisa dibilang, hampir 1 dari 10 anak Indonesia merokok.

Urgensi pengendalian ini menjadi penting untuk disegerakan mengingat fakta bahwa merokok meningkatkan risiko lebih tinggi terpapar Covid-19 dan sulit untuk diselamatkan ketika kritis. Menurut Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau Nina Samidi, kebijakan tentang pengendalian tembakau yang ada saat ini yakni Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan serta sosialisasi GERMAS atau Gerakan Masyarakat Hidup Sehat belum cukup untuk menekan perilaku merokok.

sumber : facebook.com/KomnasPT


Ada beberapa rekomendasi yang disampaikan Nina Samidi dalam talkshow Ruang Publik KBR yakni :

  • Menekan penyebaran Covid-19, pemerintah bisa mulai dengan memblokir salah satu resiko awal yang memudahkan virus untuk menyerang sistem pernafasan yakni perilaku merokok. Nina menilai bahwa saat ini pemerintah seolah menutup mata pada fakta yang telah teruji secara ilmiah. Selain mencuci tangan, jaga jarak, pakai masker, anjuran untuk menghantikan perilaku merokok juga harus diserukan sebagai upaya melawan Covid-19.

  • Merokok mungkin memang hak individu, tetapi pemerintah bisa memberlakukan regulasi pembatasan akses untuk memperoleh rokok. Langkah ini di beberapa negara terbukti efektif, seperti Bostwana, India, dan Afrika Selatan yang melakukan pelarangan atau membatasi penjualan rokok. Pembatasan ini akhirnya berdampak pada berkurangnya konsumsi rokok di negara tersebut. Berbeda dengan negara kita, warung-warung ketengan pun menjual rokok. Anak-anak mudah memperolehnya dengan harga murah pula.

  • Kemudian, pembatasan dan pelarangan iklan rokok juga harus diberlakukan dan disertai dengan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok. Beberapa daerah disebutkan Nina sudah berhasil menggalakkan kampung berkonsep Kawasan Tanpa Rokok, yakni Desa Bone Bone di Sulawesi Selatan, Kampung Penas di Jakarta Timur, dan daerah lainnya.


Mulai dari Mana? Putusin Aja!

Sembari menunggu ketegasan pemerintah dalam pengendalian tembakau, ada baiknya kita juga memulai minimal dari diri sendiri. Kalau kamu baca ini dan kamu adalah perokok, sayangi tubuh kamu dan orang di sekitar kamu dengan putus perilaku merokok. Memang tidak mudah, but please don’t let Tobacco Industries fools you!

Kalau kamu gak merokok tapi ada anggota keluarga yang merokok di rumah, mungkin bisa dibicarakan dan didiskusikan dengan baik. Kita mulai Kawasan Tanpa Rokok dari rumah kita sendiri dan mungkin hingga lingkungan tempat tinggal. Kalau semua masyarakat bisa bergerak, memutus perilaku merokok dari rumah masing-masing, mungkin Indonesia Bebas Rokok bisa kita wujudkan.


***
"Saya sudah berbagi pengalaman pribadi untuk #putusinaja hubungan dengan rokok atau dorongan kepada pemerintah untuk #putusinaja kebijakan pengendalian tembakau yang ketat. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog serial #putusinaja yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Indonesian Social Blogpreneur ISB. Syaratnya, bisa Anda lihat di sini."



Sumber Informasi : 

- Talkshow serial #PutusinAja di Ruang Publik KBR (www.kbr.id)
- Website dan sosial media Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT)


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.